Blog ini berisi sirah atau sejarah atau kisah-kisah islam yang mengispirasi, renungang, amalan, serta kesehatan

Sunday 31 December 2017

Kenangan indah adalah umur kedua manusia setelah dirinya meninggal dunia. Pepatah melayu mengatakan, "Gajah mati meninggalkan gadingnya. Harimau mati meninggalkan taringnya. Dan manusia mati meninggalkan perbuatan baiknya."

Tidak diragukan lagi, kepergian Umar bin Abdul Aziz meninggalkan kenangan-kenangan manis dan indah dalam hati sanubari ummat Islam, bahkan sampai hari. Kepergian Umar bin Abdul Aziz meninggalkan kerinduan-kerinduan yang mendalam di lubuk jiwa ummat Islam, bahkan hingga hari ini. Terbukti bahwa ummat Islam hari itu hingga hari ini masih terus menerus merindukan muncul-nya sosok seorang pemimpin ummat sepertinya. Memerintah dengan adil dan bijaksana. Kokoh dalam menegakkan kebenaran. Tidak takut pada celaan orang-orang yang syirik. Tidak mudah layu menghadapi gelombang fitnah jabatan. Mengedepankan kepentingan ummat diatas kepentingan pribadi dan keluarga. Sehingga kesejahteraan dan keberkahan hidup akan dirasakan oleh semuanya.

Bagi siapapun orang yang merindukan kesejahteraan, maka sesungguhnya ia merindukan tampilnya seorang pemimpin besar seperti Umar bin Abdul Aziz.

Umar bin Abdul Aziz di Mata Istri

Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, para ulama' besar dating berta'ziyah ke rumahnya. Disana ada Fathimah binti Abdul Malik.
"Kedatangan kami kesini untuk mengucapkan belasungkawa padamu atas kematian Umar. Sungguh, kesedihan ini merata dirasakan seluruh ummat. Ceritakan kepada kami –semoga Allah merahmatimu- tentang keseharian Umar. Bagaimana kesehariannya di rumah? Karena yang paling mengetahui tentang seseorang adalah keluarganya."
"Demi Allah, sungguh Umar bukanlah orang yang shalat dan puasanya lebih banyak daripada kalian. Tapi demi Allah, aku tak pernah melihat orang yang sangat takut pada Allah melebihi Umar. Demi Allah, tempat yang menjadi akhir kesenangan seseorang adalah keluarganya. Saat itu aku dan dia hanya terpisah selimut. Tiba-tiba terdetik dalam hatinya sesuatu dari perintah Allah. Seketika ia bangkit layaknya bangkitnya seekor burung jika jatuh kedalam air. Iapun terlihat sedih. Kemudian menangis dengan keras. Sampai-sampai aku katakan, "Demi Allah, seperti mau keluar nyawanya dari jasad.". Lalu ia menyingkap selimut yang menaungi kami. Karena saying padanya aku berkata, "Andaikata jarak kita dengan kepemimpinan ini sejauh jarah timur dan barat. Demi Allah, aku tak pernah melihat kesenangan sejak kami masuk kedalam (amanah kepemimpinan ummat ini)."
Kabar dari Nabi Khidhir

Saat itu Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur di Madinah. Rayyah bin Ubaidah melihatnya sedang berjalan dengan seorang kakek yang menyandarkan dirinya pada tangan Umar.
"Orang tua itu sungguh tidak sopan, bersandar pada tangan seorang gubernur." gumam Ray-yah pelan.
Aku berjalan mengikuti Umar yang berjalan memasuki masjid kemudian melaksanakan shalat. Selepas shalat, Rayyah mendekatinya dan berkata, "Semoga Allah selalu memperbaiki urusanmu, Amir? Sebenarnya, siapa kakek-kakek yang bersndar di tanganmu tadi?"
"Kamu melihatnya, Rayyah?"
"Ya."
"Dia itu saudaraku, Khidhir 'alaihimsalam, datang menemuiku untuk mengabarkan padaku bahwa nanti aku akan memegang urusan ummat dan aku akan adil didalamnya."

Umar dalam kenangan Maslamah bin Abdul Malik

Ketika Maslamah bin Abdul Malik melihat jasad Umar dibentangkan, ia berkata, "Semoga Allah merahmatimu. Sungguh, engkau telah lembutkan hati-hati yang keras, dan engkau selalu mengingatkan kami kepada orang-orang shalih."
Umar dalam Pandangan Sufyan ats-Tsauri

Sufyan ats-Tsauri berkata, "Khulafaur Rasyidin itu ada lima; Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan Umar bin Abdul Aziz radhiyallohu 'anhum."
Umar dalam kenangan Makhul

Kata Makhul, "Aku tak pernah melihat orang yang paling zuhud dan takut kepada Allah melebihi Umar bin Abdul Aziz."
Umar dalam Kenangan Yazid bin Husyab

"Aku tak pernah melihat orang paling takut (pada Allah) melebihi Hasan Bashri dan Umar bin Abdul Aziz. Mereka merasa sepertinya api neraka diciptakan hanya untuk mereka berdua saja."
Umar dalam Pandangan Para Pendeta Nashrani

Setelah menyaksian pemakaman jenazah Umar bin Abdul Aziz, Imam Auza'i pergi menuju kota Qinsirin. Ditengah jalan, ia bertemu dengan salah serang pendeta Nashrani.
"Hai, aku kira kamu hadir menyaksikan jenazah orang ini (Umar bin Abdul Aziz-pen)?" kata pendeta itu menyapa Imam Auza'i.
"Ya, aku telah menghadirinya."
Tiba-tiba mata pendeta itu berkaca-kaca kemudian menangis sesenggukan. Imam Auza'i merasa heran melihatnya menangis. Iapun bertanya, "Apa yang membuatmu menangis? Padahal kamu tidak seagama dengannya?"
Pendeta itu menjawab, "Sungguh, aku tidak menangisinya, namun aku menangisi padamnya cahaya yang menyinari bumi."
Umar dalam Kenangan Raja Romawi dan Para Komandan Pasukan

Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus serombongan utusan ke raja Romawi untuk sebuah urusan kemashlahatan ummat Islam, serta kebenaran yang hendak ia sampaikan kepadanya. Ketika para utusan masuk kedalam istana, ada seorang penerjemah sudah berada disana. Raja Romawi duduk diatas singgasananya. Mahkota bertengger mewah dikepalanya. Sedang disamping kiri dan kanannya ada beberapa pengawal. Orang-orang beruntut didepannya sesuai dengan jabatan mereka. Setelah maksud kedatangan disampaikan kepadanya, ia menanggapi dengan ramah dan menjawab dengan baik. Kemudian mereka meninggalkan ruangan pertemuan hari itu.
Mesjid Umayyah

Keesokan harinya, datanglah seorang utusan raja menemui para utusan Umar bin Abdul Aziz, meminta mereka untuk hadir di tempat pertemuan kemarin. Ketika mereka memasuki ruangan, mereka melihat posisi raja berubah tak seperti kemarin. Ia turun dari singgasananya. Mahkota me-wah dilepas dari kepalanya. Raut wajah dan bahasa tubuhnya sangat berbeda dengan kemarin. Seo-lah-olah ada musibah besar yang menimpanya.

"Tahukah kalian, kenapa aku memanggil kalian kesini?" tanya raja Romawi kepada para utusan Umar bin Abdul Aziz.
"Tidak tahu." jawab mereka.
"Sesungguhnya salah seorang dutaku di Arab telah mengirimkan surat yang mengabarkan bahwa, raja Arab yang shalih telah meninggal."

Para utusan Umar itupun tak kuasa membendung air matanya ketika mendapat berita, ternyata Umar yang mengutus mereka telah meninggal.
"Untuk apa kalian menangis? Untuk agama kalian atau untuknya?" tanya Raja Romawi.
"Kami menangisi diri kami, agama kami dan juga menangisinya." jawab para utusan Umar bin Abdul Aziz.
Raja Romawi berkata, "Janganlah kalian menangisinya. Tangisilah diri kalian. Sungguh ia telah meninggalkan kebaikan. Ia khawatir meninggalkan ketaatan pada Allah, karena itulah Allah tidak mengumpulkan dalam dirinya ketakutan pada dunia dan ketakutan pada-Nya. Telah sampai kepadaku kabar tentang keshalihannya, keutamaannya dan kejujurannya. Sungguh aku menyangka, kalau ada orang yang bisa menghidupkan orang mati setelah Isa, maka orang itu adalah Umar. Berita-berita tentangnya pun telah kuketahui, dengan teran-terangan maupun tidak. Maka aku ti-dak mendapati urusan hubungannya dengan Tuhannya kecuali satu hal, yaitu dalam kesendirian ia lebih meningkatkan ketaatannya pada Tuhannya. Aku tidak kagum pada para pendeta yang mereka meninggalkan dunia untuk menyembah Tuhannya di dalam ruang ibadahnya. Namun aku lebih mengagumi Umar yang mana dunia telah jelas ia miliki namun ia tetap tidak tergiur padanya, se-hingga seperti seorang pendeta. Sungguh, orang baik itu tidak banyak seperti banyaknya orang tidak baik."
Kesaksian Seorang Penggembala Kambing

Husain al-Qishar adalah orang yang pekerjaannya menjual domba pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz. Suatu hari ia, saat mencari domba, ia melewati seorang penggembala. Anehnya, diantara domba-domba itu ada sekitar tiga puluh serigala yang ketika itu Husain menyang-kanya anjing gembala.
"Hai penggembala, apa maksudmu dengan membawa anjing penjaga yang banyak ini?" tanya Husain penasaran.
"Wahai anak muda, sungguh itu semua bukan anjing penjaga, tapi serigala-serigala."
"Ooohh… Subhanallah!!! Ada serigala di tengah-tengah domba, apa tidak membahaya-kannya?!"
"Wahai anak muda,selama kepala dalam keadaan baik,maka tidak ada masalah pada badan. 
Maksud ungkapan terakhir penggembala adalah, jika pemimpinnya shalih, maka rakyatnya akan damai sejahtera.
Kesaksian Penggembala Kambing II

Musan bin A'yun berkata, "Kami biasa menggembala kambing di Karaman pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Demi Allah, adalah hal yang biasa domba dan serigala berada di satu tempat. Hingga suatu malam, ada seekor serigala memangsa domba. 
Lalu aku berkata, "Aku tidak melihat kecuali pasti orang shalih telah meninggal." Dan ternyata Umar bin Abdul Aziz meninggal pada ma-lam itu.
Selamat Jalan, Amirul Mukminin...

Jum'at, 20 Rajab, tahun 101 H. Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz pergi menghadap Sang Maha Pencipta. Setelah terbaring dalam sakit selama dua puluh hari. Saat itu usianya baru genap empat puluh tahun. Masih sangat muda. Namun jasa-jasanya untuk ummat Islam sudah sangat banyak.

Air mata ummat tertumpah dalam larutan kesedihan yang mendalam. Merindukannya bisa kembali hadir di tengah-tengah jaman. Bisa kembali memimpin. Bisa kembali memenuhi dunia dengan keadilan. Bisa selamanya mendampingi perjalanan ummat.

Dua puluh sembilan bulan lebih empat hari berlalu. Terasa begitu singkat, namun dalam waktu yang sesaat itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengabdikan dirinya untuk ummat. Melayani masyarakat. Memprioritaskan rakyat. Dengan segenap keteguhan hati dan ketulusan niat.

Dua puluh sembilan bulan lebih empat hari berlalu. Menyisakan kenangan manis di hati ummat manusia, kawan maupun lawan. Sudah terlalu mendalam nama Umar bin Abdul Aziz terpatri di sanubari rakyat. Terlalu indah pula untuk sekedar dilupa dari ingatan.

Dalam dua puluh sembilan bulan lebih empat hari, wajah dunia Islam kembali berseri, setelah sekian lama menantikan percikan embun suci dari tangan pemimpin surgawi. Setiap desah nafasnya adalah ibadahnya. Setiap tetesan peluhnya adalah jihadnya. Sehingga rakyat merasakan keberkahan kepemimpinannya.

Selamat jalan Amirul Mukminin. Selamat jalan sang guru pembaharuan. Semoga Allah merahmatimu di alam sana.

Pesan Terakhir Umar untuk Ummat Islam

Di Kota Khanashiroh, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyampaikan khutbahnya. Dan ternyata khutbah itu adalah pesan terakhirnya untuk ummat Islam.

"Wahai sekalian manusia, sungguh kalian tidak diciptakan dengan sia-sia. Dan kalian tidak di-biarkan begitu saja. Kalian memiliki tempat kembali, dimana Allah akan turun kesana untuk mengadili dan membuat perhitungan dengan kalian. Sungguh benar-benar gagal dan merugi bagi orang yang keluar dari rahmat Allah, padahal rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Dan juga bagi orang yang diharamkan surga atasnya, padahal luasnya surga seluas langit dan bumi.

Ketahuilah, bahwa jaminan keamanan esok hanyalah bagi orang takut pada Allah, yang men-jual sesuatu yang sesaat untuk kehidupan abadi, dan yang menjual sesuatu yang sedikit untuk men-dapatkan yang lebih banyak kelak, serta orang yang menjual rasa takutnya dengan keamanan yang dijanjikan padanya.

Tidakkah kalian melihat bahwa diri kalian tengah berada di tengah-tengah orang mati? Setiap hari kalian berta'ziah mengunjungi orang yang telah menghadap Allah. Ia telah habis ajal hidupnya. Kemudian kalian menanamnya ke dalam tanah dan meninggalkannya tanpa bantal dan tikar. Ia telah berpisah dengan orang-orang yang dicintainya, melepas semua urusan, diam dalam timbunan tanah, untuk mengahadapi perhitungan. Ia harus mempertanggungjawabkan semua amalannya, miskin amal dan kaya maksiat.

Maka takutlah kalian pada Allah sebelum datangnya kematian. Demi Allah, aku tidak menga-takan ini melainkan aku merasa tidak ada orang yang dosanya lebih banyak dari dosaku. Maka aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.

Tidaklah salah seorang diantara kalian yang keperluannya sampai kepadaku melainkan aku berharap sekali bisa membantunya semampuku. Dan tidak pula seseorang diantara kalian yang akan merasa lapang dengan apa yang kami miliki melainkan akan kuberikan padanya sekalipun dagingku ini. Dengan begitu, aku berharap hidupku dengannya sama.

Demi Allah, seandainya aku menghendaki kemewahan hidup, maka sungguh lisanku akan tunduk karena mengetahui sebab-sebabnya. Namun Allah telah memberikan kitab yang bicara dan sun-nah yang adil, menunjukkan kepada kita untuk menta'ati-Nya, dan melarang kita dari bermaksiat pada-Nya."

Kemudian Umar bin Abdul Aziz mengangkat ujung selendangnya, menangis sesenggukkan. Orang-orang yang hadir di sekitarnya pun ikut menangis. Sungguh, kalimat-kalimat jujur yang keluar dari lubuk hati tentu akan sampai ke hati orang yang mendengarnya pula. Dan setelah ini, Umar ti-dak lagi berkhutbah di hadapan masyarakat.

Detik-detik Menjemput Ajal

Ketika Umar bin Abdul Aziz merasa ajal akan segera tiba, ia berkata kepada orang-orang yang menunggunya, "Keluarlah kalian semua, jangan ada yang berada disini."

Orang-orang pun pada keluar. Sedang Maslamah bin Abdul Malik dan istri Umar, Fathimah binti Abdul Malik, yang juga saudara Maslamah, berdiri menunggu di depan pintu. Ketika saat-saat menegangkan itu tiba, mereka mendengar Umar bin Abdul Aziz berkata, "Selamat dating wahai wa-jah-wajah yang bukan tampang manusia maupun jin."

Dalam riwayat yang lain, Fathimah berkata, "Aku mendengar Umar berkata pada saat terbar-ing sakit, "Ya Allah, ringankanlah beban mereka melepas kepergianku, walau hanya sesaat." Ke-mudian ketika ajal hendak menjemputnya, aku keluar meninggalkannya dan duduk di tempat yang hanya dibatasi oleh pintu. Kemudian aku mendengarnya berkata, "Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. al-Qashash: 83). Sete-lah itu suasana tenang. Aku tak mendengar suara apapun dari dalam kamar. Lalu aku menyuruh Washif, salah seorang pembantu untuk melihatnya di dalam. Sesaat setelah masuk ia berteriak. Ak-upun segera menyusul masuk. Ternyata ia telah meninggal dengan keadaan wajahnya menghadap kiblat dengan menutup kedua matanya dengan salah satu tangannya dan menutup mulutnya den-gan tangan yang satunya."

Sumber : Herfi Ghulam Faizi, Lc

Friday 29 December 2017

Menjadi pemimpin ummat berarti siap memikul amanah yang telah dipercayakan. Menjadi khalifah berarti siap memimpin rakyat dengan adil. Menjadi pemimpin berarti siap mempertanggungkan amanah kepemimpinan itu di hadapan Allah Swt.

Hal itulah yang dirasakan oleh Umar bin Abdul Aziz ketika urusan rakyat itu dibebankan di atas punggungnya. An-Nadhr bin 'Adiy pernah memberikan gambaran sederhana tentang bagaimana Umar bin Abdul Aziz benar-benar menjiwai posisinya sebagai orang nomor satu ketika itu.

"Suatu ketika aku masuk hendak menemui Umar bin Abdul Aziz. Aku melihatnya sedang duduk dengan menekuk kedua lututnya. Ia letakkan kedua siku tangan di atasnya, dan meletakkan dagu di atas kedua telapak tangannya. Seolah-olah sedang memikul beban berat ummat ini.

Begitulah jiwa pemimpin sejati. Dari gayanya saja sudah mengabarkan kesungguhan kerja dan ketulusan niat. Dan gaya ini tidak bisa dibuat-buat. Mungkin saja pemimpin lain bisa membuat-buat seolah-olah dirinya sedang memikirkan urusan rakyat. Tapi barangkali akan dibaca lain oleh orang yang melihatnya. Bukankah dalam hidup ini ada kaidah, "Sesuatu yang berasal dari hati akan sampai ke hati pula"?

Apa yang dilakukan pemimpin revolusioner ini pada hari pertama kepemimpinannya?
Selesai mengubur jenazah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz keluar dari kuburannya. Beberapa saat kemudian ia mendengar suara ramai di luar makam.
"Suara apa ini?!" tanya Umar bin Abdul Aziz heran.
"Ini adalah suara konvoi pasukan yang akan menjemput khalifah baru, wahai Amirul Mukminin. Mendekatlah untuk menaikinya." jawab salah seorang yang ada di sampingnya saat itu.
"Jauhkan ia dariku! Bawa kesini baghlahku (hasil peranakan (blesteran) antara kuda dengan khimar)"
Didekatkanlah padanya baghlah miliknya dan iapun menaikinya. Lalu datanglah Yasir bin Yadaih, salah seorang pengawal kerajaan, berjalan merunduk dengan membawa belati.
"Kenapa engkau berjalan merunduk kepadaku! Kita semua sama! Aku hanyalah salah seorang dari kaum muslimin!"

Iapun berjalan menuju masjid bersama dengan orang-orang yang hari itu ada di sana. Setelah masuk masjid, ia naik ke atas mimbar di hadapan rakyatnya dan berkata :
"Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku telah diuji dengan urusan ini tanpa meminta pendapat dariku sebelumnya, dan akupun tak pernah memintanya, juga tanpa mengajak ummat muslim bermusyawarah di dalamnya. Maka dari itu, aku bebaskan kalian semua dari baiatku. Silahkan kalian memilih (pemimpin) untuk diri kalian!"
Maka semua yang hadir di situ satu suara meneriakkan: "Kami semua memilihmu, wahai Amirul Mukminin!! Kami semua ridha padamu. Pimpinlah kami dengan baik dan berkah!"
Mesjid Umayyah

Ketika suara sudah hening, dan semua orang telah menyatakan keridhaan padanya untuk menjadi khalifah, maka ia mulai khutbahnya dengan memuji Allah Swt dan bershalawat atas Nabi Muhammad Saw, lalu berkata :
"Aku wasiatkan kepada kalian taqwa kepada Allah. Karena taqwa kepada Allah adalah tumpuan segala sesuatu dan tidak ada tumpuan selainnya. Maka beramallah untuk kehidupan akhirat kalian, karena barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya niscaya Allah akan mencukupi urusan dunianya. Perbaikilah apapun yang tersembunyi dari niat-niat kalian, karena dengan begitu Allah akan memperbaiki apa-apa yang nampak dari kalian. Perbanyaklah mengingat kematian, dan perbaikilah persiapan kalian sebelum ajal datang, karena hal itu (kematian) adalah penghancur kenikmatan.  Barangsiapa yang tidak mau.Sesungguhnya ummat ini tidaklah berselisih dalam masalah Tuhannya azza wa jalla, juga tidak berselisih dalam hal Nabinya Saw, juga bukan pada kitabnya, tapi ummat ini berselisih dalam urusan Dinar dan Dirham2. Demi Allah, aku tidak akan memberikan kebathilan kepada seseorang, dan tidak pula melarangnya dari kebenaran. Wahai sekalian manusia!! Barangsiapa yang taat pada Allah maka ia wajib ditaati, dan barangsiapa bermaksiat pada Allah maka tidak ada ketaatan padanya. Taatlah kalian kepadaku selama aku taat pada Allah, dan jika aku bermaksiat pada Allah maka kalian tidak wajib mentaatiku!"

Source : Herfi Ghulam Faizi, Lc

Terbentuknya sebuah kekhilafahan baru, daulah Bani Umayyah, pasca berakhirnya periode Khulafaur Rasyidin adalah sebuah perjalanan sejarah yang panjang. Berawal dari fitnah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan dalam sebuah pemberontakan besar-besaran di Madinah pada tahun 35 Hijriyah.

Pemberontakan itu dimotori oleh Abdullah bin Saba', seorang Yahudi yang menampakkan dirinya sebagai seorang muslim. Abdullah bin Saba' berhasil menebar propaganda tentang sikap ketidakadilan para pemimpin daerah (Gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah Utsman bin Affan. Mereka menuntut Khalifah untuk mencopot para gubernur itu. Propaganda itu berhasil ditebar di Mesir, Kufah dan Bashrah, tapi gagal di Syam lantaran kuatnya pengaruh Muawiyah bin Abi Sufyan yang ketika itu menjabat sebagai gubernur di sana.
Great Mosque Damascus/ source : https://en.wikipedia.org/wiki/File:Great_Mosque_Damascus,_north_side,_Francis_Bedford_1862.jpg#filehistory

Lalu tampillah Muawiyah bin Abi Sufyan menuntut keadilan atas kematian Utsman bin Affan, yang merupakan salah satu dari anggota kerabatnya, kepada khalifah setelahnya, yaitu Ali bin Abi Thalib. Dari situlah sumber petaka besar yang merupakan awal perpecahan ummat Islam pasca meninggalnya Rasulullah Saw terjadi. Pertumpahan darah sesama muslim dimulai. Perang Jamal yang melibatkan antara kubu Ummul Mukminin Aisyah yang didampingi oleh Zubair bin 'Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah dengan kubu Ali bin Abi Thalib pun meletus pada tahun 36 Hijriyah. Perang itu berakhir pada terbunuhnya Zubair dan Thalhah serta dipulangkannya Ummul Mukminin ke Madinah.

Setahun kemudian, tepatnya pada bulan Shafar tahun 37 Hijriyah meletus pertumpahan darah sesama muslim babak kedua. Kali ini antara pasukan Muawiyah dari Syam dengan pasukan Ali bin Abi Thalib. Perang ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan perang Shiffin. Dalam perang yang terjadi selama kurang lebih tiga hari ini pasukan Muawiyah mengalami kekalahan. Hingga akhirnya Amr bin Ash mengangkat mushaf di atas tombak sebagai pertanda bahwa mereka ingin berunding mengambil keputusan sesuai dengan hukum Allah dalam al-Qur'an. Peristiwa ini dikenal dengan istilah "tahkim".
Menanggapi masalah tahkim ini, pasukan Ali bin Abi Thalib terpecah menjadi dua kelompok :
Pertama adalah kelompok yang tidak menyetujui proses tahkim tersebut. Mereka mendapat sebutan kelompok Khawarij. Khawarij terbentuk dari kata "khoroja" yang artinya keluar. Maksudnya adalah kelompok pasukan yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib karena menolak keputusan Ali yang menyetujui tahkim. 

Kedua adalah kelompok yang masih setia ikut berjuang bersama Ali bin Abi Thalib. Sebagian buku sejarah menyebut mereka dengan istilah kelompok Syi'ah. Tapi sebenarnya itu tidak benar. Syi'ah memang lahir dari sengketa itu, tapi tidak semua orang yang saat itu berjuang dalam pasukan Ali bin Abi Thalib disebut kelompok Syi'ah.

Pulang dari proses tahkim, penduduk Syam segera membai'at Muawiyah sebagai khalifah. Konflik inilah yang kemudian berujung pada terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib pada tahun 40 Hijriyah di usianya yang ke 63 tahun setelah menjadi khalifah kurang lebih empat tahun sembilan bulan. Sebuah kudeta yang dilancarkan oleh orang Khawarij itu sebenarnya bertujuan membunuh tiga orang yang mereka anggap sebagai sumber fitnah. Pertama adalah Ali bin Abi Thalib yang pembunuhannya diserahkan kepada Abdurrahman bin Muljam, kedua Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam yang pembunuhannya diserahkan kepada Birku bin Abdillah at-Tamimi, dan terakhir adalah Amr bin Ash di Mesir yang pembunuhannya diserahkan kepada Amr bin Bakar. Dari ketiga target itu hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh. Dengan terbunuhnya Ali bin Abi Thalib berarti telah berakhirlah kekhilafahan Islam periode Khulafaur Rasyidin.

Pasca meninggalnya Ali bin Abi Thalib, maka sebagian ummat Islam membaiat puteranya, Hasan bin Ali sebagai khalifah. Setelah menjadi khalifah selama enam bulan, tepatnya pada bulan Rabiul Awal tahun 41 Hijriyah Hasan bin Ali bin Abi Thalib menyatakan perdamaian dengan Muawiyah dengan beberapa persyaratan yang disetujui oleh keduanya. Perdamaian itu ditandai dengan kesediaan Hasan untuk membaiat Muawiyah sebagai khalifah. Sehingga tahun itu dikenal dengan sebutan tahun jama'ah, karena ummat Islam bersatu untuk membaiat satu orang khalifah, yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan.

Dengan begitu, maka dimulailah babak pemerintahan baru dalam sejarah Islam, yaitu masa Daulah Umawiyah Pertama yang menjadikan Damaskus di Syam sebagai ibu kotanya. Penamaan Umawiyah itu dinisbahkan kepada Umayyah bin Abdi Syams, yang merupakan kakek kedua Muawiyah bin Abi Sufyan.

Daulah Bani Umayyah pertama di Damaskus diperintah oleh 14 khalifah dengan karakter kepemimpinan yang berbeda-beda. Adapun nama-nama khalifah yang pernah memimpin Daulah Bani Umayyah di Damaskus adalah sebagai berikut :

  1. Muawiyah bin Abi Sufyan ( 41 – 60 H )
  2. Yazid bin Muawiyah ( 60 – 64 H )
  3. Muawiyah bin Yazid ( 64 – 64 H ) 
  4. Marwan bin Hakam ( 64 - 65 H ) 
  5. Abdul Malik bin Marwan ( 65 – 87 ) 
  6. Walid bin Abdul Malik ( 86 – 9 6 H ) 
  7. Sulaiman bin Abdul Malik ( 96 – 99 H ) 
  8. Umar bin Abdul Aziz ( 99 – 101 H ) 
  9. Yazid bin Abdul Malik ( 101 – 105 H ) 
  10. Hisyam bin Abdul Malik ( 105 – 125 H ) 
  11. Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125 – 126 H ) 
  12. Yazid bin Walid bin Abdul Malik ( 136 – 126 H ) 
  13. Ibrahim bin Yazid ( 126 – 127 H ) 
  14. Marwan bin Muhammad al-Himar ( 127 – 132 H )
Source : Herfi Ghulam Faizi, Lc

Sunday 17 December 2017

Kisah ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. : 

Pada suatu pagi Rasulullah SAW bersama sahabatnya Anas bin Malik r.a. melihat suatu keanehan. Bagaimana tidak, matahari terlihat begitu redup dan kurang bercahaya seperti biasanya.

Tak lama kemudian Rasulullah SAW dihampiri oleh Malaikat Jibril.

Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada Malaikat Jibril : "Wahai Jibril, kenapa Matahari pagi ini terbit dalam keadaan redup? Padahal tidak mendung?"
"Ya Rasulullah, Matahari ini nampak redup karena terlalu banyak sayap para malaikat yang menghalanginya." jawab Malaikat Jibril.
Rasulullah SAW bertanya lagi : "Wahai Jibril, berapa jumlah Malaikat yang menghalangi matahari saat ini?"
"Ya Rasulullah, 70 ribu Malaikat." jawab Malaikat Jibril.
Rasulullah SAW bertanya lagi : "Apa gerangan yang menjadikan Malaikat menutupi Matahari?"

Kemudian Malaikat Jibril menjawab : "Ketahuilah wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT telah mengutus 70 ribu Malaikat agar membacakan shalawat kepada salah satu umatmu."

"Siapakah dia, wahai Jibril?" tanya Rasulullah SAW. "Dialah Muawiyah...!!!" jawab Malaikat Jibril.
Rasulullah SAW bertanya lagi : "Apa yang telah dilakukan oleh Muawiyah sehingga saat ia meninggal mendapatkan kemuliaan yang sangat luar biasa ini?"
Malaikat Jibril menjawab : "Ketahuilah wahai Rasulullah, sesungguhnya Muawiyah itu semasa hidupnya banyak membaca Surat Al-Ikhlas di waktu malam, siang, pagi, waktu duduk, waktu berjalan, waktu berdiri, bahkan dalam setiap keadaan selalu membaca Surat Al-Ikhlas."
Malaikat Jibril melanjutkan penuturannya : "Dari itulah Allah SWT mengutus sebanyak 70 ribu malaikat untuk membacakan shalawat kepada umatmu yang bernama Muawiyah tersebut."

SubhanAllah ..
Walhamdulillah ..
Wala ilaha illallah ..
Wallahu akbar.

Rasulullah SAW bersabda : ''Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al-Qur'an dalam semalam?" Mereka menjawab, "Bagaimana mungkin kami bisa membaca sepertigai Al-Qur'an?" Lalu Nabi SAW bersabda, "Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al-Qur'an.'' (H.R. Muslim no. 1922)

Surat Al Ikhlas

Thursday 14 December 2017

Pada Suatu hari, Syekh Aaq Syamsuddin memanggil Muhammad Al-Fatih kemudian memukulnya dengan sangat keras tanpa alasan yang jelas. Muhammad Al Fatih menangis keras dan terus mengenang peristiwa tersebut. Hingga akhirnya ketika ia memangku kesultanan di masa ayahnya , Sultan Murad, ia memanggi Syekh Aaq Syamsuddin dan menanyainya dengan penuh kemarahan “Mengapa engkau memukulku waktu itu padahal aku tidak melakukan apa pun yang membuatku layak dipukul?

Maka, Syekh Aaq Syamsuddin menjawab “Karena aku ingin mengajarimu bagaimana rasanya kezhaliman dan bagaimana orang yang terzalimi tidur, agar ketika engkau menduduki posisi kepemimpinan, engkau tidak menzhalimi seorangpun”
- Syaikh Ramzi Al-Munyawi, Muhammad Al-Fatih (Penakluk Konstantinopel)

Aya Sofia

Sunday 10 December 2017

Di Yaman, tinggalah seorang pemuda sangat miskin bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh dan buta. Sedangkan bapaknya sudah lama meninggal dunia. Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.

Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.

Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. 

Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. 
Uwais Al-QarniI (Sang Penduduk Langit)

Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad saw, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. 

Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi saw semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw, kerinduan karena iman.

Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw.

Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. 

Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata,  “pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah.

***

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw yang ingin dijumpainya.

Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan bunda Aisyah ra, istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi saw tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,  “engkau harus lekas pulang”.

Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada bunda Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat sedih. 

***

Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah.
Sesampainya di rumah, Nabi saw menanyakan kepada isterinya Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penduduk langit.

Mendengar perkataan Nabi saw, Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. 

Nabi Muhammad saw melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya.,
“Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih ditengah punggung telapak tangannya.”

Sesudah itu Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata,
“suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penduduk langit, bukan penduduk bumi.”

***

Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.

Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji," pinta Ibunya. 

Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak lembu, Kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin kan pergi Haji naik lembu. Ternyata Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit.
"Uwais gila.. Uwais gila..." kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh aneh.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari.

Ternyata ia latihan untuk menggendong Ibunya. Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah..!  Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka'bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka'bah, ibu dan anak itu berdoa.  - "Ya Allah, ampuni semua dosa ibu," kata Uwais. 

"Bagaimana dengan dosamu?" tanya ibunya heran. 

Uwais menjawab,
"Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga."

Subhanallah, itulah keinganan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih di punggung tangannya. 

***

Waktu terus berganti, dan Nabi saw kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab.

Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra.

Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari. 

Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia?

Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua sahabat Nabi saw ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw.

Memang benar. Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni. Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi saw bahwa dia itu adalah penduduk langit.

Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab,  “Abdullah.”

Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah.

Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu.

Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do'a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah,
“saya lah yang harus meminta do'a pada kalian.”
Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata,
“Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.”
Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya.

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata
“Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

***

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.

Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang aneh dan amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya,  “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Rupanya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penduduk langit... 

**

Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu, menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci kamu yang banyak bicara, banyak bertanya, juga yang memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).
- HR. Bukhari dan Muslim

Friday 8 December 2017

Dialah yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk kali pertama. Dunia Islam memanggilnya dengan nama Ibnu Sina. Dan Di kalangan orang Barat ia juga dikenal dengan panggilan Avicenna.

Ia merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter pada abad ke-10. Selain itu, Ia juga dikenal sebagai seorang penulis yang produktif. Dan sebagian besar karyanya adalah tentang filsafat dan pengobatan. Bagi banyak orang, Ibnu Sina adalah Bapak Pengobatan Modern. Selain itu, masih banyak lagi sebutan lainnya yang ditujukan padanya, terutama berkaitan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib atau The Canon of Medicine yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 H/ 980 M di Afsyanah, sebuah kota kecil di wilayah Uzbekistan saat ini. Ayahnya yang berasal dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M).

Ibnu Sina sejak kecil, Ibnu Sina sudah menunjukkan kepandaian yang luar biasa. Di usia 5 tahun, ia telah belajar menghafal Alquran. Selain menghafal Alquran, ia juga belajar mengenai ilmu-ilmu agama. Ilmu kedokteran baru ia pelajari pada usia 16 tahun. Tidak hanya belajar mengenai teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit dan melalui perhitungannya sendiri, ia juga menemukan metode-metode baru dari perawatan.

Profesinya di bidang kedokteran dimulai sejak umur 17 tahun. Kepopulerannya sebagai dokter bermula ketika ia berhasil menyembuhkan Nuh bin Mansur (976-997), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Banyak tabib dan ahli yang hidup pada masa itu tidak berhasil menyembuhkan penyakit sang raja.

Sebagai penghargaan, sang raja meminta Ibnu Sina menetap di istana, paling tidak untuk sementara selama sang raja dalam proses penyembuhan. Tapi Ibnu Sina menolaknya dengan halus, sebagai gantinya ia hanya meminta izin untuk mengunjungi sebuah perpustakaan kerajaan yang kuno dan antik. Siapa sangka, dari sanalah ilmunya yang luas makin bertambah.

Ibnu Sina selain terkenal sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama dan kedokteran, ia juga ahli dalam bidang matematika, logika, fisika, geometri, astronomi, metafisika dan filosofi. Pada usia 18 tahun, Ibnu Sina memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan.

Tak hanya itu, ia juga mendalami masalah-masalah fikih dan menafsirkan ayat-ayat Alquran. Ia banyak menafsirkan ayat-ayat Alquran untuk mendukung pandangan-pandangan filsafatnya.

Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal. Setelah kematian ayahnya ia mulai berkelana, menyebarkan ilmu dan mencari ilmu yang baru. Tempat pertama yang menjadi tujuannya setelah hari duka itu adalah Jurjan, sebuah kota di Timur Tengah. Di sinilah ia bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan Al-Biruni. Ia kemudian berguru kepada Al-Biruni.

Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan lagi perjalanannya untuk menuntut ilmu. Rayy dan Hamadan adalah kota selanjutnya, sebuah kota dimana karyanya yang spektakular Qanun fi Thib mulai ditulis. Di tempat ini pula Ibnu Sina banyak berjasa, terutama pada raja Hamadan. Seakan tak pernah lelah, ia melanjutkan lagi pengembaraannya, kali ini daerah Iran menjadi tujuannya. Di sepanjang jalan yang dilaluinya itu, banyak lahir karya-karya besar yang memberikan manfaat besar pada dunia ilmu kedokteran khususnya.

Tentu tak berlebihan bila Ibnu Sina mendapat julukan Bapak Kedokteran Dunia. Karena perkembangan dunia kedokteran awal tidak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Ia juga banyak menyumbangkan karya-karya asli dalam dunia kedokteran. Dalam Qanun fi Thib misalnya, ia menulis ensiklopedia dengan jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia juga orang yang memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad lamanya.

Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara lengkap untuk pertama kalinya. Dan dari sana ia berkesimpulan bahwa, setiap bagian tubuh manusia, dari ujung rambut hingga ujung kaki kuku saling berhubungan.

Ia adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa berada kaitan dan saling mendukung. Lebih khusus lagi, ia mengenalkan dunia kedokteran pada ilmu yang sekarang diberi nama pathology dan farmasi, yang menjadi bagian penting dari ilmu kedokteran. Selain The Canon of Medicine, ada satu lagi kitab karya Ibnu Sina yang tak kalah dahsyatnya. Asy-Syifa, begitu judul kitab karya Ibnu Sina ini.

Sebuah kitab tentang cara-cara pengobatan sekaligus obatnya. Kitab ini di dunia ilmu kedokteran menjadi semacam ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Dalam bahasan latin, kitab ini di kenal dengan nama Sanati.

Ibnu Sina wafat pada tahun 428 H/1037 M di kota Hamdan, Iran. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia. Hampir sebelas abad sudah Ibnu Sina meninggalkan kita, tapi ilmu dan karyanya sampai sekarang masih berguna.

Mendapat banyak gelar

Kebesaran nama Ibnu Sina terlihat dari beberapa gelar yang diberikan orang kepadanya. Di bidang filsafat ia mendapat gelar asy-Syaikh ar-Rais (Guru Para Raja). Dalam bidang filsafat, ia memiliki pemikiran keagamaan yang mendalam. Pemahamannya mempengaruhi pandangan filsafatnya.

Ketajaman pemikiran dan kedalaman keyakinan keagamaannya secara simultan mewarnai alam pikirannya. Ibnu Rusyd menyebutnya sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat. Sementara al-Gazali menjulukinya sebagai filsuf yang terlalu banyak berpikir.

Seperti pendahulunya, al-Farabi (870-950 M), Ibnu Sina mengakui bahwa alam diciptakan secara emanasi (memancar dari Tuhan). Tuhan menciptakan alam dalam arti memancarkannya. Ia juga mengemuka kan pemikiran filsafat tentang jiwa (annafs) dan kenabian. Ibnu Sina berpendapat bahwa nabi adalah manusia terunggul dan pilihan Tuhan. Filsuf hanya dapat menerima ilham, sedangkan nabi menerima wahyu. Oleh karena itu, ajaran nabi harus menjadi pedoman hidup manusia.

Di bidang kedokteran ia mendapat julukan Pangeran Para Dokter dan Raja Obat. Banyak para pembesar negeri pada masa itu yang mengundangnya untuk memberikan pengobatan. Para pembesar negeri tersebut di antaranya Rtau Sayyidah serta Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadan, dan Alaud Dawla dari Isfahan. Karenanya dalam dunia Islam, ia dianggap sebagai puncah atau Bapak ilmu kedokteran.

Bukan hanya dalam filsafat dan kedokteran saja Ibnu Sina memberikan andil dan pemikirannya. Ia juga turut serta ambil bagian dan memberikan andil pada berbagai ilmu pengetahuan pada zamannya, di antaranya yang menonjol adalah ilmu astronomi. Ibnu Sina menambahkan dalam bukunya al-Magest (buku tentang astronomi) berbagai problem yang belum dibahas, mengajukan beberapa keberatan Euclides, meragukan pandangan Aristoteles tentang kesamaan bintang-bintang tak bergerak, kesamaan satuan jaraknya, dan sebagainya. Untuk itu di dalam buku Asy-Syifa, ia menguraikan bahwa bintang-bintang yang tak bergerak tidak berada pada satu globe.

Ibnu Sina juga banyak membuat rumusan-rumusan tentang pembentukan gunung-gunung, barang-barang tambang, di samping menghimpun berbagai analisis tentang fenomena atmosfer, seperti angin, awan, dan pelangi. Sementara orang yang sezaman dengannya tidak mampu menambahkan sesuatu ke dalam bidang penelitian mereka.

Karya Sang Dokter

Sepanjang hayatnya, Ibnu Sina banyak menulis berbagai macam karya yang berkaitan dengan bidang yang ditekuninya. Jumlahnya mencapai 250 karya, baik dalam bentuk buku maupun risalah.

Karya-karyanya itu antara lain :
1. Qanun fi Thib 
Kitab ini ditulis ketika ia menuntut ilmu di Rayy dan Hamadan. Qanun fi Thib yang dalam bahasa Inggris telah diterjemahkan dengan nama The Canon of Medicine, berisi tentang berbagai macam cara penyembuhan dan obat-obatan. Didalamnya tertulis jutaan item tentang pengobatan dan oabt-obatan. Karena itu, ada pula yang menamakan kitabnya ini sebagai Ensiklopedia Pengobatan.

2. Al-Magest
Buku ini berkaitan dengan bidang astronomi. Diantara isinya, bantahan terhadap pandangan Euclides, serta meragukan pandangan Aristoteles yang menyamakan bintang-bintang tak bergerak. Menurutnya, bintang-bintang yang tak bergerak tidak berada dalam satu globe.

3.Asy-Syifa
Dalam buku Asy-Syifa ini, Ibnu Sina juga menuliskan tentang masalah penyakit dan pengobatan sekaligus obat yang dibutuhkan berkaitan dengan penyakit bersangkutan. Sama seperti Qanun fi Thib, kitab Asy-Syifa ini juga dikenal dalam dunia kedokteran sebagai Ensiklopedia filosofi dunia kedokteran. Kitab ini terdiri dari 18 jilid.

4.De Conglutineation Lagibum
Kitab ini ditulis dalam bahasa latin, yang membahas tentang masalah penciptaan alam. Diantaranya tentang asal nama gunung. Menurutnya, kemungkinan gunung tercipta karena dua sebab. Pertama, menggelembungnya kulit luar bumi lantaran goncangan hebat gempa. Dan kedua, karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses itu mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi.

Diambil dari catatan fb Aveceina Medika

Luangkan waktu sejenak untuk membaca ini kawan. Semoga Allah menjauhkan kita semua dari Api neraka. Sungguh hanya Allah sebaik-baik Pelindung. 

Yazid Ar-Raqqsyi meriwayatkan dari Anas bin Malik “Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah pada waktu yang tidak biasa dengan raut muka yang berbeda dari biasanya. Rasulullah bertanya: Wahai Jibril, kenapa Aku melihat raut mukamu berbeda? Jibril menjawab, "Wahai Muhammad, aku datang kepadamu pada saat Allah memerintahkan supaya api neraka dinyalakan. Tidak pantas jika orang yang mengetahui bahwa neraka, siksa kubur dan siksa Allah itu sangat dasyat untuk bersenang sebelum dirinya merasa aman dari ancaman itu." Rasulullah menjawab: "Wahai Jibril, lukiskanlah keadaan neraka itu kepadaku."
Dasyatnya Siksa : Rasulullah pingsan mendengar penjelasan Jibril tersebut
Jibril berkata:  "Baik, ...Ketika Allah swt menciptakan neraka, apinya dinyalakan seribu tahun hingga berwarna hitam pekat, nyala dan baranya tidak pernah padam."
"Demi Dzat yang mengutus engkau kebenaran sebagai Nabi, seandainya neraka itu berlubang sebesar lubang jarum, niscaya segenap penghuni dunia akan terbakar karena panasnya."
"Demi Dzat yg mengutus Engkau dengan kebenaran sebagai Nabi, seandainya ada baju penghuni neraka itu digantung diantara langit dan bumi, niscaya semua penghuni dunia akan mati karena bau busuk dan panasnya."
"Demi Dzat yg mengutus Engkau kebenaran sebagai Nabi, seandainya sehasta dari mata rantai sebagaimana yang disebutkan didalam al qur’an diletakkan di puncak gunung, niscaya bumi sampai kedalamnya akan meleleh."
"Demi Dzat yang mengutus Engkau kebenaran sebagai Nabi, seandainya ada seorang berada di ujung barat dunia ini disiksa, niscaya orang yang berada di ujung timur akan terbakar karena panasnya."
Neraka itu mempunyai 7 pintu dan masing-masing pintu dibagi-bagi untuk laki-laki dan perempuan.
Rasulullah bertanya; “Apakah pintu-pintu itu seperti pintu kami?”
Jibril menjawab; “Tidak.Pintu itu selalu terbuka dan pintu yang satu berada dibawah pintu yang lain. Jarak pintu yang satu dengan pintu yang lain sejauh perjalan 70 tahun. Pintu yang dibawahnya lebih panas 70 x lipat dari pintu yang diatasnya."

"Musuh-musuh Allah diseret kesana dan jika mereka sampai di pintu itu, malaikat Zabaniyah menyambut mereka dengan membawa rantai dan belenggu. Rantai itu dimasukkan ke dalam mulutnya dan keluar dari duburnya, sedangkan tangan kirinya dibelenggu dengan lehernya, dan tangan kanannya dimasukkan ke dalam dada hingga tembus ke bahu.

Setiap orang yang durhaka itu dirantai bersama setan dalam belenggu yang sama, lantas diseret wajahnya tersungkur dan dipukul oleh malaikat dengan palu. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalam neraka."

Rasulullah bertanya, "Siapakah penghuni masing-masing pintu itu?"
Jibril menjawab,  "Pintu yang paling bawah namanya Hawiyah.  Pintu neraka Hawiyyah ini adalah pintu neraka yang paling bawah (dasar), yang merupakan neraka yang paling mengerikan. Pintu neraka ini ditempati oleh orang-orang munafik, orang kafir termasuk juga keluarga Fir'aun, dalam neraka Hawiyyah.
Hal ini sebagaimana arti dari firman Allah ;"Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyyah" (QS.Al-Qari'ah :9).

Pintu kedua namanya Jahim.  Yakni pintu neraka tingkatan ke 6. Tingkatan neraka ini di atasnya neraka Hawiyyah. Di dalamnya ditempati oleh orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah.  Hal ini sebagaimana arti firman Allah ini :"Dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat" (QS.Asy-Syu'araa :91).

Pintu ketiga namanya Saqar, tempat arang-orang shabi'in. Merupakan pintu neraka pada tingkatan ke 5. Di dalam pintu itu ditempati oleh orang-orang yang menyembah berhala atau menyembah patung-patung yang dibuat bangsanya sendiri. Tingkatan pintu neraka ini, terletak di atasnya pintu neraka Jahim. Tentang neraka ini, Allah telah berfirman yang artinya :"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)" (QS. Al-Mudatstsir : 42)

Pintu keempat namanya Ladza,  berisi iblis dan orang-orang yang mengikutinya, serta orang Majusi. Ladza merupakan pintu neraka pada tingkatan nomor 4.  Di dalamnya ditempati Iblis laknatullah beserta orang-orang yang mengikutinya dan orang-orang yang terbujuk rayuannya. Kemudian orang-orang Majusi pun ikut serta menempati neraka Ladza ini. Mereka kekal bersama Iblis di dalamnya. Tingkatan pintu neraka Ladza ini diatasnya pintu neraka Saqar. Dalam hal ini Allah telah berfirman : Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak". (QS. Al-Ma'arij : 15). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Iblis dan para pengikutnya akan dimasukkan ke dalam neraka Ladza. Seperti apa yang dikatakan oleh Malaikat Maut (malaikat Izrail) ketika Iblis hendak dicabut nyawanya, maka malaikat maut itu berkata, bahwa Iblis akan diberi minum dari neraka Ladza.

Pintu kelima namanya Huthamah, tempat orang-orang Yahudi. Merupakan pintu neraka pada neraka tingkatan ke 3. Di dalamnya ditempati oleh orang-orang Yahudi dan para pengikutnya. Pintu neraka Huthamah ini, tingkatannya di atas pintu neraka Ladza yang dihuni para Iblis.  Tentang neraka Huthamah ini, Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an : "Dan tahukah kamu, apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan". (QS. Al-Humazah : 5-6).

Pintu keenam namanya Sa'ir, merupakan pintu neraka pada neraka tingkatan ke 2.  Di dalamnya ditempati oleh orang-orang Nashrani dan para pengikutnya. Pintu neraka ini berada di atas tingkatan pintu neraka Huthamah. Mengenai neraka ini, Allah Ta'ala telah berfirman :"Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)".(QS. Al-Insyigaq : 12).

Selanjutnya Jibril terdiam karena merasa segan kepada Rasulullah Saw. kemudian Rasulullah bertanya, "Kenapa engkau tidak memberitahukan penghuni pintu yang ketujuh?" Jibril menjawab : "Pintu ke tujuh namanya pintu neraka Jahanam. Merupakan pintu neraka yang paling atas (pertama). Di dalamnya berisi umatmu yang melakukan dosa-dosa besar dan tidak tobat sampai mereka meninggal dunia."

Rasulullah pingsan mendengar penjelasan Jibril tersebut. Jibril meletakan kepala Rasulullah di pangkuannya sampai Beliau sadar kembali.

Salman Al-Farisi datang dan berdiri di depan pintu seraya berkata, ”Assalaamu'alaikum, yaa ahla baitir rahmah, apakah saya bisa bertemu dengan junjunganku Rasulullah Saw.?" Namun tidak ada yang menjawab, sehingga meraka pun menangis dan terjatuh.

Rasulullah bersabda: "Betapa besar cobaan yang menimpaku dan aku merasa sangat sedih.  Jadi, ada di antara umatku yang akan masuk neraka?"Jibril menjawab, "benar, yaitu umatmu yang mengerjakan dosa-dosa besar.

Kemudian Rasulullah saw. menangis, dan Jibril pun juga ikut menangis. Rasulullah Saw. lantas masuk ke rumahnya dan menyendiri. Beliau hanya keluar rumah jika hendak mengerjakan shalat dan tidak berbicara dengan siapa pun. Dalam shalat beliau menangis dan sangat merendahkan diri kepada Allah Ta’ala.

Pada hari yang ketiga, Abu Bakar r.a. datang ke rumah beliau dan mengucapkan, ”Assalaamu’alaikum, yaa ahla baitir rahmah, apakah saya bisa bertemu dengan Rasulullah SAW. ?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga Abu Bakar menangis tersedu-sedu.

Umar r.a. datang dan berdiri di depan pintu seraya berkata, ”Assalaamu' alaikum, yaa ahlal baitir rahmah, apakah saya bisa bertemu dengan Rasulullah Saw.?" Namun tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga Umar lantas menangis tersedu-sedu.

Kemudian Salman bangkit dan mendatangi rumah Fathimah. Sambil berdiri di depan pintu ia berkata, " Assalaamu' alaikum, wahai putri Rasulullah Saw” sementara Ali r .a. sedang tidak ada di rumah. Salman lantas berkata, "Wahai putri Rasulullah Saw ., dalam beberapa hari ini Rasulullah Saw. suka menyendiri. Beliau tidak keluar rumah kecuali untuk shalat dan tidak pemah berkata-kata serta tidak mengizinkan seseorang untuk masuk ke rumah beliau."

Fathimah lantas pergi ke rumah beliau (Rasulullah). Di depan pintu rumah Rasulullah Saw. Fathimah mengucapkan salam dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya adalah Fathimah."
Waktu itu Rasulullah Saw. sedang sujud sambil menangis, lantas mengangkat kepala dan bertanya, ”Ada apa wahai Fathimah, Aku sedang menyendiri. Bukakan pintu untuknya." Maka dibukakanlah pintu untuk Fathimah.

Fathimah menangis sejadi-jadinya, karena melihat keadaan Rasulullah yang pucat pasi, tubuhnya tampak sangat lemah, mukanya sembab karena banyak menangis. Fathimah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang sedang menimpa dirimu wahai ayahku?"  Beliau bersabda, "Wahai Fathimah, Jibril datang kepadaku dan melukiskan keadaan neraka. Dia memberitahu kepadaku bahwa pada pintu yang teratas diperuntukkan bagi umatku yang mengerjakan dosa besar. Itulah yang menyebabkan aku menangis dan sangat sedih."

Fatimah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mereka masuk ke neraka itu?" Beliau bersabda, "Mereka digiring ke neraka oleh malaikat. Wajah mereka tidak hitam, mata mereka tidak biru, mulut mereka tidak disumbat, dan mereka tidak dibelenggu ataupun dirantai."

Fatimah bertanya," Wahai Rasulullah, bagaimana sewaktu mereka digiring ke neraka oleh malaikat?"  Beliau bersabda, "Laki-laki ditarik jenggotnya, sedangkan perempuan dengan ditarik rambut ubun-ubunnya. Banyak di antara umatku yang masih muda, ketika ditarik jenggotnya untuk digiring ke neraka berkata, ”Betapa sayang kemudaan dan ketampananku.

”Banyak di antara umatku yang perempuan ketika ditarik ke neraka berkata, ”Sungguh aku sangat malu.” Ketika malaikat yang menarik umatku itu sampai ke neraka dan bertemu dengan Malik, Malik bertanya kepada malaikat yang menarik umatku itu, ”Siapakah mereka itu? Aku tidak pernah melihat orang-orang yang tersiksa seperti mereka. Wajah mereka tidak hitam, mata mereka tidak biru, mulut mereka tidak disumbat, mereka tidak dibarengkan dengan golongan setan, dan mereka tidak dibelenggu atau diikat lehernya?”

Malaikat itu menjawab, "Kami diperintahkan untuk membawa mereka kepadamu dalam keadaan seperti itu.” Malik berkata kepada mereka, ”Wahai orang-orang yang celaka, siapakah sebenarnya kalian ini?” (Dalam hadis yang lain disebutkan, bahwa ketika mereka ditarik oleh malaikat, mereka selalu menyebut-nyebut nama Muhammad. Ketika mereka melihat Malik, mereka lupa untuk menyebut nama Muhammad Saw. karena seramnya Malaikat Malik).

Mereka menjawab, ”Kami adalah umat yang diturunkan Al-Quran kepada kami dan termasuk orang yang mengerjakan puasa pada bulan Ramadhan.”  Malik berkata, "Al-Quran hanya diturunkan untuk umat Muhammad Saw .”

Ketika mendengar nama Muhammad, mereka berteriak seraya berkata, 'Kami termasuk umat Muhammad Saw” .  Malik berkata kepada mereka, ”Bukankah di dalam Al-Quran ada larangan untuk mengerjakan maksiat-maksiat kepada Allah Ta'ala?”

Ketika mereka berada di tepi neraka dan diserahkan kepada Malaikat Zabaniyah, mereka berkata ”Wahal Malik, izinkanlah kami untuk menangisi nasib kami.” Malik mengizinkannya, dan mereka lantas menangis dengan mengeluarkan darah. Malik lantas berkata, ”Alangkah baiknya, seandainya tangis ini kamu lakukan sewaktu berada di dunia. Seandainya sewaktu di dunia kamu menangis seperti ini karena takut kepada siksaan Allah, niscaya sekarang ini kamu tidak akan masuk neraka.”

Malik lalu berkata kepada Zabaniyah, ”Lemparkan, lemparkan mereka ke dalam neraka.” Ketika mereka dilempar ke dalam neraka, mereka berseru secara serempak mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallah...., sehingga api neraka langsung menjadi padam.

Kemudian Malik berkata, ”Wahai api, sambarlah mereka!” Api itu menjawab, ”Bagaimana aku menyambar mereka sementara mereka mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah. Malik berkata lagi kepada api neraka, ”Sambarlah mereka”.

Api itu menjawab, ”Bagaimana aku menyambar mereka, sementara mereka mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallah.” Malik berkata, ”Benar, namun begitulah perintah Allah Arasy”.  Kemudian api itu pun menyambar mereka. Di antara mereka ada yang disambar sampai dua telapak kakinya, ada yang disambar sampai dua lututnya, dan ada yang disambar sampai lehemya.

Ketika api itu akan menyambar muka, Malik berkata,  ”Jangan membakar muka mereka, karena dalam waktu yang cukup lama mereka bersujud Kepada Dzat Yang Maha Kuasa.
Dalam Al-Qur'an, Allah telah mensifati neraka Jahannam sebagai berikut :"Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi gunung".(QS. Al-Mursilat : 32) "Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya.
(QS. Al-Hijr : 43)

Dari Hadits Qudsi: Bagaimana kamu masih bisa melakukan maksiat sedangkan kamu tak dapat bertahan dengan panasnya terik matahari-Ku. Tahukah kamu bahwa neraka jahanam-Ku itu mempunyai 7 tingkat. Setiap tingkat mempunyai 70,000 daerah. Setiap daerah mempunyai 70,000 kampung  Setiap kampung mempunyai 70,000 rumah  Setiap rumah mempunyai 70,000 bilik. Setiap bilik mempunyai 70,000 kotak  Setiap kotak mempunyai 70,000 batang pokok zarqum  Di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 ekor ular. Di dalam mulut setiap ular yang panjang 70 hasta mengandung lautan racun yang hitam pekat.  Juga di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 rantai Setiap rantai diseret oleh 70,000 malaikat.