Blog ini berisi sirah atau sejarah atau kisah-kisah islam yang mengispirasi, renungang, amalan, serta kesehatan

Sunday 14 January 2018

Nasab Rasulullah SAW

Pembahasan tentang nasab Rasulullah bisa di bagi menjadi tiga. Pertama, bagian yang disepakati oleh seluruh sejarawan dan ahli nasab, yaitu bagian nasab yang bermula dari Muhammad SAW sampai Adnan. Kedua, bagian yang diperselisihkan dan sulit dikompromikan, yaitu bagian nasab yang bermula dari Adnan sampai Ibrahin A.S. Sabagian sejarawan dan ahli nasab memilih untuk tidak membahas bagian ini. Sebagian lainnya tetap membahasnya. Namun, kelompok yang membahasnya pun berbeda pendapat tentang jumlah berikut nama-nama moyang Rasulullah SAW itu. Pendapat mereka amat beragam, ada sampai 30 macam pendapat. Hanya saja, semua sepakat bahwa Adnan jelas-jelas merupakan keturunan Ismail A.S.

Inilah nasab bagian pertama yang disepakati oleh seluruh sejarawan dan ahli nasab yaitu : Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthalib. Nama asli Abdul Muthalib adalah Syaibah bin Hasyim. Nama Hasyim sendiri adalah Amr ibn Abdul Manaf, sedangkan nama Asli Abdul Manaf adalah al-Mughirah ibn Qushay. Nama asli Qushay adalah Zaid ibn Kilab, ibn Murrah, ibn Ka’ab, ibn Lu’ay, ibnu Ghalib, ibn Fihr (Fihr inilah yang dijuluki Quraisy dan menjadi nama kabilah), ibn Malik, ibn Nadhar (nama aslinya Qais) ibn Kinanah, ibn Khuzaimah, ibn Mudrikah (nama aslinya Amir), ibn Ilyas, ibn Mudhar, ibn Nizar, ibn Ma’ad, ibn Adnan.

Keluarga Rasulullah SAW

Keluarga Rasulullah SAW lazim disebut keluarga Hasyimiyah, dinisabkan kepada kakek beliau, Hasyim ibn Abdul Manaf. Karena itu, akan saya paparkan sedikit tentang hal-ihwal Hasyim dan keturunannya.

1. Hasyim

Hasyim semasa hidupnya merupakan pemegang hak Siqayah dan rifadah dari keluarga Bani Abdul Manaf. Kewenangan ini di dapatkan ketika Bani Abdul Manaf dan Bani Abdud Dar menyepakati pembagian wewenang di antara mereka.  Hak Siqayah adalah Hak memenuhi bak-bak air minum untuk jama’ah haji dan membuat airnya berasa manis dengan memakai kurma atau anggur sehingga bisa diminum oleh para peziarah Mekah. Sedangkan Hak rifadah (menjamu jamaah haji), yaitu membuat makanan untuk dihidangkan khusus bagi jamaah haji.

Hasyim dikenal sebagai orang berada lagi mulia. Dialah orang yang pertama yang membuat tsarid (makanan yang terbuat dari remah roti bercampur kuah) untuk jamaah haji di Mekah. Sebenarnya, nama Hasyim yang sesungguhnya adalah Amr. Ia disebut Hasyim (si penumbuk roti) karena suka menumbuk roti untuk dibuat tsarid.

Dia pula yang merintis dua rute ekspedisi dagang dua kali setahun, dan diikuti oleh suku Quraisy lainnya, yakni ekspedisi musim dingin dan panas.

Konon Hasyim pernah ke Syam untuk berdagang, lalu singgah di Madinah. Di situ dia menikahi Salma binti Amr dari Bani Adi ibn Najjar dan menetap salama beberapa waktu. Selanjutnya dia meneruskan perjalanannya ke Syam dan meninggalkan Salma dalam keadaan hamil. Ternyata Hasyim akhirnya meninggal di Gaza, Palestina. Sedangkan istrinya melahirkan pada 497 M. Bayi itu di namai Syaibah (yang beruban) karena di rambutnya tumbuh uban. Salma mengasuh bayinya di rumah ayahnya Yatsib. Tidak satu pun keluarga bani Hasyim di Mekah yang mengetahui hal ini.

Hasyim memiliki empat anak lelaki : Asad, Abu Shaifi, Nadhlah, dan Abdul Muthalib dan lima anak perempuan : Asy-Syifa’, Khalidah, Dhaifah, Ruqayyah dan Jannah.

2. Abdul Muthalib

Dari penjelasan sebelumnya diketahui bahwa siqayah dan rifadah sepeninggal Hasyim dipegang oleh saudarnya, Muthalib ibn Abdul Manaf. Lelaki ini dikenal sebagai panutan yang memiliki kedudukan yang mulia di antara kaumnya. Suku Quraisy memberi gelar al-Fayyadh (si dermawan) karena kemurahan hatinya. Ketika Syaibah berusia sekitar 7-8 tahun, Muthalib baru mengetahui keberadaannya. Berangkatlah ia untuk menjumpai keponakannya itu. Begitu bertemu, air mata haru membasahi pipi Muthalib. Dia mendekap bocah itu dan mengajaknya naik kendaraanya. Namun, syaibah menolak sebelum mendapat izin dari ibunya. Karena itu, Muthalib mendatangi sang ibu dan memintakan izin. Awalnya si ibu menolak, tetapi  Muthalib terus membujuk. Katanya, “Dia akan mengunjungi tanah kelahiran ayahnya dan ke tanah suci.” Akkhirnya, si ibu memeberi izin.
kabah baitulla di mekah
Ka'bah Baitullah di Mekah

Singkat cerita, sampailah Syaibah di Mekah dengan menunggang untuk Muthalib. Saat melihatnya, orang-orang berkata, “ini dia Abdul Muthalib (Budak Muthalib)

Muthalib menjawab, “Bukan ini keponakanku, putra saudaraku Hasyim.

Namun, anak itu terlanjur di kenal dengan nama Abdul Muthalib dan tinggal bersama Muthalib hingga dewasa.

Muthalib akhirnya meninggal di Ramdan di wilayah Yaman. Sejak saat itu dia digantikan oleh keponakannya, Abdul Muthalib. Lelaki ini tinggal di antara kaumnya sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyangnya. Dia berhasil mencapai kemuliaan yang belum pernah dicapai oleh orang-orang sebelumnya. Dia dicintai dan dimuliakan oleh kaumnya.

Saat Muthalib meninggal, Naufal merampas rumah, kekuasaan, dan harta benda Abdul Muthalib. Abdul Muthalib minta bantuan tokoh-tokoh Quraisy untuk menghadapi pamannya itu. Namun, mereka mengatakan, 
“kami tidak mau mencampuri urusanmu dengan pamanmu.”
Dia pun mengirim surat kepada paman-pamannya dari jalur ibunya dari Bani Najjar untuk meminta tolong. Dalam waktu singkat, berangkatlah pamannya, Abu Sa’ad ibn Adi, bersama 80 pasukan berkuda. Sewaktu mereka sampai di perbatasan Mekah, Abdul Muthalib menemui pamannya dan berkata, “Singgah dulu, Paman.”

“Tidak, sampai aku bertemu dengan Naufal!” jawab pamannya.

Abu Sa’ad ibn Adi mencari Naufal dan menemukannya sedang duduk-duduk di Hijir bersama beberapa pembesar Quraisy. 
Sa’ad langsung menghunus pedangnya seraya berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, jika engkau tidak mengembalikan harta benda keponakanku, pedang ini yang akan memaksamu!”

“Aku akan mengembalikannya,” jawab Naufal. Ucapannya disaksikan oleh para pemuka Quraisy yang hadir di situ.

Abu Sa’ad singgah dan bermalam di rumah Abdul Muthalib selama tiga hari. Setelah menyempatkan berumrah, diapun kembali ke Madinah.

Akan halnya Naufal, sesudah kejadian itu dia mengikat perjanjian dengan seluruh Bani Abdul Syams ibn Abdul Manaf untuk mengalahkan Bani Hasyim. Di lain pihak, Bani Khuza’ah yang melihat Bani Najjar membantu Abdul Muthalib berkata, “Darah kami juga mengalir dalam dirinya sebagaimana darah kalian mengalir dalam dirinya. Tentu kami lebih layah menolongnnya.” Mereka berkata begitu karena Abdul Manaf memang berasal dari golongan mereka. Lalu mereka mengadakan perjanjian dengan Bani Hasyim untuk menghadapi Naufal dan Bani Abdul Syams. Ikatan perjanjian inilah salah satu sebab keberhasilan penaklukan kota Mekah di kemudian hari.

Sejumlah peristiwa penting tentang Baitullah yang terjadi semasa Abdul Muthalib adalah sebagai berikut : Penggalian sumur zamzam dan serbuan pasukan gajah. Kisah selengkepanya Klik Disini

3. Abdullah, Ayahanda Rasulullah SAW

Ibu Abdullah bernama Aminah binti Amr, ibn Aidz, ibn Imran, ibn Makhzum, ibn Yaqzhah, ibn Murrah. Abdullah adalah putra Abdul Muthalib yang paling rupawan, saleh, dan paling dicintai ayahnya. Abdullah inilah yang nyaris hendak dikurbankan untuk memenuhi nazar Abdul Muthalib jika ia memiliki sepuluh anak lelaki. Adapun anak laki-laki Abdul Muthalib adalah Harits, Zubair, Abu Thalib, Abdullah, Hamzah, Abu Lahab, Ghaidaq, Muqawwim, Dhirar, dan Abbas. Sedangkan anak perempuan Abdul Muthalib adalah Ummul Hakim (atau Baidhah’), Barrah, Atikah, Syafiyah, Arwa, dan Umaimah.

Alkisah, ketika anak lelaki genap sepuluh orang, Abdul Muthalib menyampaikan kepada orang-orang Quraisy bahwa dia pernah bernazar untuk mengurbankan salah satunya. Ada yang mengatakan bahwa Abdul Muthalib mengundi sepuluh ananyak, dan ternyata undian jatuh kepada Abdullah. Padahal, dia adalah anak yang paling dia cintai. Lalu Abdul Muthalib berdoa, “Ya Allah, dia ataukah 100 ekor unta yang saya sembelih. “ Lalu dia mengundi lagi. Ternyata undiannya jatuh kepada 100 ekor untanya.

Sejarawan lain meriwatkan bahwa Abdul Muthalib menulis nama anak-anaknya di batang panah dan menaruhnya di depan patung Hubal. Sewaktu di undi, yang keluar adalah nama Abdullah. Maka dia membimbing Abdullah menuju Ka’bah sambil membawa sebilah parang untuk menyembelihnya. Orang-orang  Quraisy yang melihatnya berusaha mecegahnya. Lebih-lebih pamannya dari Bani Makhzum dan saudaranya, Abdul Thalib. Abdul Muthalib bertanya “Lalu bagaimana dengan nazarku?” Mereka menyarankannya untuk minta pertimbangan dari orang bijak. Orang bijak yang di maksud tadi memberi saran agar nama Abdulllah di undi bersama sepuluh ekor unta. Jika nama Abdullah yang keluar, undian di ulang dengan menambahkan sepuluh unta lagi, dan seterusnya hingga Tuhan meridhainya. Jika keluar dalam undian adalah untanya, barulah dia boleh menyembelihnya. Maka, Abdul Muthalib pulang dan mengundi Abdullah dan sepuluh unta. Ternyata undian jatuh pada Abdullah. Maka dia tambahkan 10 ekor unta. Ternyata undian tetap jatuh pada nama Abdullah. Sewaktu unta yang di pertaruhkan mencapai seratus ekor, barulah undian jatuh kepada unta. Segera saja dia menyembelih unta-unta itu lalu meninggalkannya begitu saja. Tidak ada orang atau hewan yang mendatanginya.

Bila terjadi pembunuhan di antara suku Quraisy, tradisi yang berlaku adalah satu nyawa di tembus dengan sepuluh ekor unta. Sejak saat itu, aturannya berubah menjadi 100 ekor unta perkepala. Aturan ini belakangan diadopsi oleh islam. Di riwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku adalah anak dari dua kurba”. Yang beliau maksud adalah Ismail A.S dan ayahanda beliau Abdullah.

Untuk Abdullah, Abdul Muthalib memilih seorang istri bernama Aminah binti Wahab, ibn Abdul Manaf, ibn Zuhrah, ibn Kilab. Dia dikenal sebagai perempuan dengan nasab dan martabat mulia di tengah-tengah suku Quraisy. Ayahnya adalah pemuka Bani Zuhrah.

Pernikahan Abdullah dilaksanakan di Mekah. Tidak lama setelah itu, Abdul Muthalib mengutusnya ke Madinah untuk memanen kurma. Tetapi belakangan dia meninggal di sana. Pendapat lain mengatakan bahwa awalnya Abdullah berniaga ke Syam dan bertemu dengan kafilah dagang Quraisy singgahlah ia di Madinah. Di kota ini ia jatuh sakit sampai meninggal. Jasadnya dimakamkan di Darun Nabighah al-Ja’di. Usianya saat itu baru 25 tahun. Dia meninggal sebelum Rasulullah SAW dilahirkan. 

Abdullah wafat dengan meninggalkan lima ekor unta, beberapa kambing, dan seorang budak perempuan Habasyah bernama Barakah. Perempuan yang biasa di panggil Ummu Aiman inilah yang mengasuh Muhammad.

Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
Sirah Nabawiyah

Saturday 13 January 2018

Abdul Muthalib mendapatkan mandat untuk mengelola Baitullah menggantikan Pamannya Muthalib yang telah meninggal. Meski sebelumnya Naufal pamanya Abdul Muthalib sempat merampas kekuasaan, rumah dan harta bendanya usai Muthalib meninggal. Namun, akhirnya Baitullah pun menjadi hak untuk Abdul Muthalib untuk mengelolanya.

Semasa Abdul Muthalib menjadi pengelola Baitullah, sejumalah peristiwa penting terjadi di antaranya :

Penggalian Sumur Zamzam


Suatu hari Abdul Muthalib bermimpi diperintahkan menggali sumur zamzam dan sekaligus menjelaskan letak sumur tersebut. Maka dipatuhinya perintah itu sampai berhasil menemukan sumur yang dimaksud. Ternyata di dalam sumur di temukan peninggalan kabilah Jurhum yang sengaja dipendam di sana saat diusir dari Mekah, berupa sejumlah pedang, baju besi, dan dua ikat emas batangan. Dari beberapa pedang tadi Abdul Muthalib membuat pintu Ka’bah, yang lalu dihias dengan lempengan emas temuannya. Dia memegang hak memberi minum jama’ah haji dengan air zamzam.

Kabah Baitullah mekkah
Ka'bah Baitullah, Mekah
Melihat sumur zamzam ditemukan, suku Quraisy menuntut Abdul Muthalib. “Kami harus mendapat hak untuk mengelolanya”
Abdul Muthalib menolak, “Tidak bisa! Ini adalah hak khusus yang di berikan kepadaku.”

Orang-orang Quraisy itu bersikeras. Akhirnya, mereka sepakat untuk menyelesaikan masalah ini dengan mengadukannya kepada seorang dukun perempuan dari Bani Sa’ad Hudzaim. Dia tinggal di pinggiran Syam. Di perjalanan, mereka kehabisan air, lalu Allah menurunkan hujan kepada Abdul Muthalib, tetapi tidak menurunkan setetes pun kepada mereka. Tahulah mereka kini akan keistimewaan Abdul Muthalib dengan zamzamnya. Mereka pun memutuskan untuk pulang. Saat itu juga Abdul Muthalib bernazar, jika Allah mengaruniai dia 10 anak lelaki, dia akan mengurbankan salah satunya di hadapan Ka’bah. Ini lah asal muasal kenapa di kemudian hari Abdullah ayahanda dari Rasulullah nyaris di kurbankan. Kisah selengkapnya Klik Disini

Serbuan Pasukan Gajah

Dikisahkan, Abrahah ibn Shabah, gubernur jenderal Najasyi Habasyah di Yaman, melihat orang-orang Arab berhaji ke Ka’bah. Dia lalu membangun sebuah gereja besar di Shan’a dan bermaksud memindahkan haji orang Arab ke sana. Rencana itu didengar oleh seseorang kabilah Kinanah. Maka, malam-malam dilumurinya gereja itu dengan kotoran. Mengetahui hal itu, murkalah Abrahah. Dia menggerahkan pasukan besar-besaran mencapai 60 ribu personel menuju ke Ka’bah dengan maksud untuk merobohkannya. Untuk kendaraannya, dia memilih gajah yang paling besar. Di dalam pasukan itu ada 9 atau 13 ekor gajah. Sesampai di daerah Mughammas, dia menyiagakan pasukannya dan bersiap memasuki Ka’bah. Di Wadi Mashar, daerah antara Muzdalifah dan Mina, gajahnya tiba-tiba berlutut tidak mau memasuki Mekah. Tiap kali mereka arahkan ke selatan, utara, timur hewan itu bangkit dan berjalan. Namun, jika mereka arahkan ke Ka’bah, gajah itu berlutut kembali. 

Saat itulah Allah mengirim burung Ababil untuk membinasakan mereka dengan bebatuan neraka. Serangan itu membuat mereka laksana dedaunan dimakan ulat. Burung itu mirip burung wallet. Setiap burung membawa tiga butir batu. Satu batu di paruhnya, dua lainnya di cengkeram di kedua kaki. Siapapun yang terkena lemparan batu itu akan terlepas anggota tubuhnya dan binasa. Namun, tidak semua yang terkena batu itu tewas ditempat. Ada yang sempat tunggang-langgang, lalu tubuhnya rontok dan meninggal di sembarang tempat. Abrahah sendiri jari-jemarinya lepas satu persatu. Setibanya di Shan’a, tubuhnya bagaikan anak burung yang baru menetes, dadanya terbelah, hatinya terburai dan matilah ia. 

Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Muharram. Ada yang mengatakan 50 hari sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Ada yang berpendapat 55 hari, dan ini adalah pendapat mayoritas. Waktunya akhir Februari atau awal Maret tahun 571 M.

Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
Sirah Nabawiyah

Thursday 11 January 2018

1. Paganisme Bangsa Arab

Mayoritas bangsa Arab sebelum datangnya Islam mereka menganut agama yang di anut oleh Nabi Ibrahim A.S. Hal ini terjadi  sejak keturunannya berkembang di Mekkah dan menyebar ke seantero jazirah. Mereka semua menyembah Allah, mengesakkan-Nya, dan melaksanakan dengan konsisten syariat-syariat agamaNya hingga waktu yang cukup lama.  Namun seiring waktu  berlalu, mereka mulai melupakan syariat yang diajarkan dari agama ini.

Apalagi setelah kepulangan Amr bin Luhay dari Syam yang membawa sesuatu untuk di sembah. Di sanalah awal mula penyembahan berhala. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : 
"Aku melihat Amir ibn Luhay ususnya ditarik di dalam neraka"
Alasannya, karena dialah orang yang pertama kali mengubah agama Ibrahim. Dialah yang mengadakan berhala-berhala. Amir Ibn Luhay (pemimpin kabilah Khuza'ah. Dia gigih menyeru kepada kebaikan, gemar bersedekah, tekun pulan menjalankan perintah agama. Dia di sukai oleh masyarakatnya. Dan mereka tunduk kepadanya dan menyakini bahwa dia termasuk ulama besar dan salah satu wali pilihan Allah.

Suatu ketika dia melakukan perjalanan ke Syam. Di sana dilihatnya penduduk melakukan penyembahan berhala. Diyakininya bahwa hal itu baikdan benar sebab menurutnya Syam adalah tempat diutus para rasul dan tempat turunnya kitab-kitab Allah.

Maka pulanglah dia dengan membawa berhala bernama Hubal. Di taruhnya Hubal di tengah Ka'bah lalu di ajaknya peduduk Mekkah menyekutukan Allah (menyembah berhala). Tidak butuh waktu lama, orang-orang Hijaz juga mengikuti penduduk Mekkah karena mengganggap mereka sebagai penanggungjawab Baitullah dan Tanah Suci.

Di kisahkan Hubal adalah berhala dari batu akik merah. Berbentuk manusia dengan tangan kanan putus. Orang-orang Quraisy mendapatinya sudah dalam keadaan seperti itu lalu mereka menggantikannya dengan tangan baru dari emas. Itulah berhala pertama yang di miliki oleh orang-orang musyrik saat itu, yang paling besar serta paling suci menurut mereka. 

Berhala lain yang paling kuno adalah Manat. Berhala ini milik Bani Hudzail dan Khuza’ah. Dia ditempatkan di Musyallal, di pesisir Laut Merah dekat Qudaid. Musyallal adalah jalan perbukitan yang menurun ke arah Qudaid.

Kemudian ada pula berhala lain yang dinamai Lata dan di tempatkan di Tha’if. Berhala ini milik Bani Tsagif. Lokasinya di sebelah kiri Masjid Tha’if saat ini.

Satu lagi berhala lain bernama Uzza di lembah Nakhlah asy-Syamiyah di atas Dzatu Irqin. Berhala ini milik suku Quraisy, Bani Kinanah, dan sejumlah kabilah lainnya.
Ka'bah Baitullah
Ka'bah Baitullah
Konon Amr ibn Luhay punya pembantu dari kalangan jin. Sang jin memberitahunya bahwa berhala-berhala kaum Nabi Nuh, yakni Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr terkubur di Jeddah. Amr melakukan penelusuran dan penggalian untuk mencari berhala-berhala tersebut. Setelah menemukannya, dibawa keseluruhannya ke Tihamah. Ketika musim haji tiba, berhala-berhala itu di berikannya kepada sejumlah kabilah untuk mereka bawa pulang ke kampong halaman masing-masing. 

Berhala wadd diberikan kepada bani Kalb. Mereka menaruhnya di Jarasy, suatu tempat di Dumatul Jandal yang termasuk wilayah Syam setelah Irak. Berhala Suwa’ berada di tangan Bani Hudail ibn Mudrikah. Mereka menempatkannya di Ruhath, sebuah wilayah Hijaz dari arah pantai dekat Mekkah. Berhala Yaghuts dipegang oleh Bani Ghuthaif dari Bani Murad. Mereka meletakkannya di daerah bernama Hurf di Saba’. Berhala Ya’uq berada di tangan Bani Hamdan yang tinggal di desa Khaiwan, masuk wilayah Yaman. Khaiwan adalah induk dari bani Hamdan. Sedangkan berhala Nars dimiliki oleh kabilah Himyar yang dipegang oleh keluarga Dzil Kula’ di wilayah Himyar.

Berhala-berhala tersebut dibuatkan kuil khusus. Mereka memuliakan kuil-kuil ini seperti memuliakan Ka’bah. Ada juru kunci, tabir penutup khusus, atau kiriman sesaji sebagaimana yang ada di Ka’bah. Padahal, mereka tahu bahwa Ka’bah lebih mulia daripada tempat-tempat itu.

Kabilah-kabilah lain juga menempuh jalan serupa. Mereka membuat berhala yang mereka jadikan Tuhan dan membangun kuil untuk berhala-berhala itu. Di antaranya kuil Dzul Khalashah milik suku Daus, Khats’am dan Bajilah di Yaman, tepatnya di daerah Tabalah, antara Mekkah dan Yaman. Ada pula kuil Fils milik Bani Tha’ dan suku-suku sekitarnya, dibangun di antara bukit Tha’I, Salma, dan Aja’. Kemudian kuil Rayyam yang dibangun di Shan’a, milik ibn Sa’ad ibn Zaid, Manat ibn Tamim. Ada juga kuil Ka’ab milik Bani Bakar dan Taghlab, putra dari Wail dan Iyad, yang dibangun di Sandad.

Bani Daus memiliki berhala lain lain, yaitu Dzul Kaffain. Bani Bakar, Malik dan Mulkan keturunan dari Kinanah punya berhala bernama Saad. Berhala suku Udzrah dinamai Syam. Sementara itu, suku Khaulan memuja berhala bernama Umyanis.

Demikianlah berhala-berhala berikut kuilnya tersebar di seantero Jazirah Arab. Dapat dipastikan, setiap kabilah punya berhala sendiri. Bahkan pada perkembangan selanjutnya, setiap rumah punya berhala, tidak Cuma itu, Masjidil Haram pun penuh dengan bermacam-macam berhala.

Ketika Rasulullah SAW menaklukkah Mekkah, Baitullah dihuni oleh 360 berhala. Beliau menghancurkan berhala-berhala itu sampai berkeping-keping lalu memerintahkan untk mengeluarkan semuanya dari dalam masid dan membakarnya.

Bagian dalam Ka’bah pun tak luput dari berhala dan lukisan. Ada berhala berwajah Ibrahim dan Ismail yang sedang memegang alat pengundi nasib. Sejak pembebsan kota Mekkah, semua berhala disingkirkan dan seluruh lukisan dihapus bersih-bersih.

Manusia saat itu asik dengan kesesatan-kesesatan macam itu. Abu Raja' al-Utharidi mengenang, 
"Suatu saat kami pernah menyembah batu. Ketika menemukan batu yang lebih bagus, kami pun mencampakkan batu pertama dan menggantinya dengan batu kedua yang lebih bagus. Kalau tidak menemukan batu sama sekali, kami membuat gundukan tanah kemudian menggiring kambing-kambing dan memerah susu di atasnya, kemudian kami mengelilinginya"

Singkat kata, kemusyrikan dan paganism merupakan adat dan tradisi paling fenomenal dari agama-agama orang jahiliyah, kendati demikian, mereka merasa masih mengikuti agama Ibrahim.

2. Ritual Ibadah Untuk Berhala

Adapun ritual ibadah terhadap berhala-berhala itu sekedar mengekor ritual ibadah ciptaan Amr ibn Luhay. Mereka menyakini ritual apapun yang diciptakan oleh Amr ibn Luhay sebagai perkara yang baik dan tidak mengubah agama  Ibrahim. Ritual-ritual itu misalnya sebagai berikut :
  1. Mengintari berhala, mohon perlindungan kepadanya tatkala menghadapi kesulitan. Mereka berdoa kepada berhala agar keinginan dan hajat mereka terkabul. Mereka melakukannya dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa menolong di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka inginkan.
  2. Berjanji dan thawaf mengililingi berhala. Mereka tunduk dan sujud di hadapannya.
  3. Mempersembahkan aneka kurban. Mereka menyembelih ternak kurban di hadapan berhala atau menyembelih ternah atas nama berhala mereka di manapun.
  4. Mempersembahkan sesajian secara khusus berupa makanan, minuman, hasil panen, atau hewan ternak. 
  5. Bernazar untuk mempersembahkan sebagian hasil panen dan ternak mereka kepada berhala.
  6. Di antara unta mereka ada yang disebut bahirah,sa’ibah, washilah dan hami. Menurut Sa’id ibn Musayyab, bahirah adalah unta yang air susunya khusus dipersembahkan kepada berhala. Tidak seorangpun boleh memerahnya. Sementara itu, sa’ibah adalah unta yang di biarkan begitu saja untuk tuhan-tuhan mereka. Unta ini sama sekali tak boleh ditunggangi. Washilah adalah unta betina yang melahirkan anak pertama betina, disusul anak kedua betina pula. Unta itu dibiarkan begitu saja untuk berhala-berhala jika antara anak pertama dengan anak kedua yang sama-sama betina tidak dipisah dengan yang jantan. Hami adalah unta jantan yang mampu membuntingi betinya hingga sepuluh kali. Jika sudah genap sepuluh kali mereka menyerahkannya kepada berhala dan tidak lagi membebani atau menungganginya.

Begitu banyak kesesatan dan kebodohan di kala itu sehingga datanglah Islam sebagai cahaya kehidupan. Menyembah berhala hanyalah satu dari sekian banyak kesesatan dan kebodohan. Belum lagi dengan kasus asusila dan amoral lainya. Maka, jika kita belajar tentang bagaimana kehidupan sebelum datangnya Islam. Sungguh kita akan merasakan dan memahami bahwa "Islam adalah benar-benar agama rahmatan lil'alamin"

- Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah