Blog ini berisi sirah atau sejarah atau kisah-kisah islam yang mengispirasi, renungang, amalan, serta kesehatan

Sunday 14 January 2018

NASAB DAN KELUARGA RASULULLAH SAW

Nasab Rasulullah SAW

Pembahasan tentang nasab Rasulullah bisa di bagi menjadi tiga. Pertama, bagian yang disepakati oleh seluruh sejarawan dan ahli nasab, yaitu bagian nasab yang bermula dari Muhammad SAW sampai Adnan. Kedua, bagian yang diperselisihkan dan sulit dikompromikan, yaitu bagian nasab yang bermula dari Adnan sampai Ibrahin A.S. Sabagian sejarawan dan ahli nasab memilih untuk tidak membahas bagian ini. Sebagian lainnya tetap membahasnya. Namun, kelompok yang membahasnya pun berbeda pendapat tentang jumlah berikut nama-nama moyang Rasulullah SAW itu. Pendapat mereka amat beragam, ada sampai 30 macam pendapat. Hanya saja, semua sepakat bahwa Adnan jelas-jelas merupakan keturunan Ismail A.S.

Inilah nasab bagian pertama yang disepakati oleh seluruh sejarawan dan ahli nasab yaitu : Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthalib. Nama asli Abdul Muthalib adalah Syaibah bin Hasyim. Nama Hasyim sendiri adalah Amr ibn Abdul Manaf, sedangkan nama Asli Abdul Manaf adalah al-Mughirah ibn Qushay. Nama asli Qushay adalah Zaid ibn Kilab, ibn Murrah, ibn Ka’ab, ibn Lu’ay, ibnu Ghalib, ibn Fihr (Fihr inilah yang dijuluki Quraisy dan menjadi nama kabilah), ibn Malik, ibn Nadhar (nama aslinya Qais) ibn Kinanah, ibn Khuzaimah, ibn Mudrikah (nama aslinya Amir), ibn Ilyas, ibn Mudhar, ibn Nizar, ibn Ma’ad, ibn Adnan.

Keluarga Rasulullah SAW

Keluarga Rasulullah SAW lazim disebut keluarga Hasyimiyah, dinisabkan kepada kakek beliau, Hasyim ibn Abdul Manaf. Karena itu, akan saya paparkan sedikit tentang hal-ihwal Hasyim dan keturunannya.

1. Hasyim

Hasyim semasa hidupnya merupakan pemegang hak Siqayah dan rifadah dari keluarga Bani Abdul Manaf. Kewenangan ini di dapatkan ketika Bani Abdul Manaf dan Bani Abdud Dar menyepakati pembagian wewenang di antara mereka.  Hak Siqayah adalah Hak memenuhi bak-bak air minum untuk jama’ah haji dan membuat airnya berasa manis dengan memakai kurma atau anggur sehingga bisa diminum oleh para peziarah Mekah. Sedangkan Hak rifadah (menjamu jamaah haji), yaitu membuat makanan untuk dihidangkan khusus bagi jamaah haji.

Hasyim dikenal sebagai orang berada lagi mulia. Dialah orang yang pertama yang membuat tsarid (makanan yang terbuat dari remah roti bercampur kuah) untuk jamaah haji di Mekah. Sebenarnya, nama Hasyim yang sesungguhnya adalah Amr. Ia disebut Hasyim (si penumbuk roti) karena suka menumbuk roti untuk dibuat tsarid.

Dia pula yang merintis dua rute ekspedisi dagang dua kali setahun, dan diikuti oleh suku Quraisy lainnya, yakni ekspedisi musim dingin dan panas.

Konon Hasyim pernah ke Syam untuk berdagang, lalu singgah di Madinah. Di situ dia menikahi Salma binti Amr dari Bani Adi ibn Najjar dan menetap salama beberapa waktu. Selanjutnya dia meneruskan perjalanannya ke Syam dan meninggalkan Salma dalam keadaan hamil. Ternyata Hasyim akhirnya meninggal di Gaza, Palestina. Sedangkan istrinya melahirkan pada 497 M. Bayi itu di namai Syaibah (yang beruban) karena di rambutnya tumbuh uban. Salma mengasuh bayinya di rumah ayahnya Yatsib. Tidak satu pun keluarga bani Hasyim di Mekah yang mengetahui hal ini.

Hasyim memiliki empat anak lelaki : Asad, Abu Shaifi, Nadhlah, dan Abdul Muthalib dan lima anak perempuan : Asy-Syifa’, Khalidah, Dhaifah, Ruqayyah dan Jannah.

2. Abdul Muthalib

Dari penjelasan sebelumnya diketahui bahwa siqayah dan rifadah sepeninggal Hasyim dipegang oleh saudarnya, Muthalib ibn Abdul Manaf. Lelaki ini dikenal sebagai panutan yang memiliki kedudukan yang mulia di antara kaumnya. Suku Quraisy memberi gelar al-Fayyadh (si dermawan) karena kemurahan hatinya. Ketika Syaibah berusia sekitar 7-8 tahun, Muthalib baru mengetahui keberadaannya. Berangkatlah ia untuk menjumpai keponakannya itu. Begitu bertemu, air mata haru membasahi pipi Muthalib. Dia mendekap bocah itu dan mengajaknya naik kendaraanya. Namun, syaibah menolak sebelum mendapat izin dari ibunya. Karena itu, Muthalib mendatangi sang ibu dan memintakan izin. Awalnya si ibu menolak, tetapi  Muthalib terus membujuk. Katanya, “Dia akan mengunjungi tanah kelahiran ayahnya dan ke tanah suci.” Akkhirnya, si ibu memeberi izin.
kabah baitulla di mekah
Ka'bah Baitullah di Mekah

Singkat cerita, sampailah Syaibah di Mekah dengan menunggang untuk Muthalib. Saat melihatnya, orang-orang berkata, “ini dia Abdul Muthalib (Budak Muthalib)

Muthalib menjawab, “Bukan ini keponakanku, putra saudaraku Hasyim.

Namun, anak itu terlanjur di kenal dengan nama Abdul Muthalib dan tinggal bersama Muthalib hingga dewasa.

Muthalib akhirnya meninggal di Ramdan di wilayah Yaman. Sejak saat itu dia digantikan oleh keponakannya, Abdul Muthalib. Lelaki ini tinggal di antara kaumnya sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyangnya. Dia berhasil mencapai kemuliaan yang belum pernah dicapai oleh orang-orang sebelumnya. Dia dicintai dan dimuliakan oleh kaumnya.

Saat Muthalib meninggal, Naufal merampas rumah, kekuasaan, dan harta benda Abdul Muthalib. Abdul Muthalib minta bantuan tokoh-tokoh Quraisy untuk menghadapi pamannya itu. Namun, mereka mengatakan, 
“kami tidak mau mencampuri urusanmu dengan pamanmu.”
Dia pun mengirim surat kepada paman-pamannya dari jalur ibunya dari Bani Najjar untuk meminta tolong. Dalam waktu singkat, berangkatlah pamannya, Abu Sa’ad ibn Adi, bersama 80 pasukan berkuda. Sewaktu mereka sampai di perbatasan Mekah, Abdul Muthalib menemui pamannya dan berkata, “Singgah dulu, Paman.”

“Tidak, sampai aku bertemu dengan Naufal!” jawab pamannya.

Abu Sa’ad ibn Adi mencari Naufal dan menemukannya sedang duduk-duduk di Hijir bersama beberapa pembesar Quraisy. 
Sa’ad langsung menghunus pedangnya seraya berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, jika engkau tidak mengembalikan harta benda keponakanku, pedang ini yang akan memaksamu!”

“Aku akan mengembalikannya,” jawab Naufal. Ucapannya disaksikan oleh para pemuka Quraisy yang hadir di situ.

Abu Sa’ad singgah dan bermalam di rumah Abdul Muthalib selama tiga hari. Setelah menyempatkan berumrah, diapun kembali ke Madinah.

Akan halnya Naufal, sesudah kejadian itu dia mengikat perjanjian dengan seluruh Bani Abdul Syams ibn Abdul Manaf untuk mengalahkan Bani Hasyim. Di lain pihak, Bani Khuza’ah yang melihat Bani Najjar membantu Abdul Muthalib berkata, “Darah kami juga mengalir dalam dirinya sebagaimana darah kalian mengalir dalam dirinya. Tentu kami lebih layah menolongnnya.” Mereka berkata begitu karena Abdul Manaf memang berasal dari golongan mereka. Lalu mereka mengadakan perjanjian dengan Bani Hasyim untuk menghadapi Naufal dan Bani Abdul Syams. Ikatan perjanjian inilah salah satu sebab keberhasilan penaklukan kota Mekah di kemudian hari.

Sejumlah peristiwa penting tentang Baitullah yang terjadi semasa Abdul Muthalib adalah sebagai berikut : Penggalian sumur zamzam dan serbuan pasukan gajah. Kisah selengkepanya Klik Disini

3. Abdullah, Ayahanda Rasulullah SAW

Ibu Abdullah bernama Aminah binti Amr, ibn Aidz, ibn Imran, ibn Makhzum, ibn Yaqzhah, ibn Murrah. Abdullah adalah putra Abdul Muthalib yang paling rupawan, saleh, dan paling dicintai ayahnya. Abdullah inilah yang nyaris hendak dikurbankan untuk memenuhi nazar Abdul Muthalib jika ia memiliki sepuluh anak lelaki. Adapun anak laki-laki Abdul Muthalib adalah Harits, Zubair, Abu Thalib, Abdullah, Hamzah, Abu Lahab, Ghaidaq, Muqawwim, Dhirar, dan Abbas. Sedangkan anak perempuan Abdul Muthalib adalah Ummul Hakim (atau Baidhah’), Barrah, Atikah, Syafiyah, Arwa, dan Umaimah.

Alkisah, ketika anak lelaki genap sepuluh orang, Abdul Muthalib menyampaikan kepada orang-orang Quraisy bahwa dia pernah bernazar untuk mengurbankan salah satunya. Ada yang mengatakan bahwa Abdul Muthalib mengundi sepuluh ananyak, dan ternyata undian jatuh kepada Abdullah. Padahal, dia adalah anak yang paling dia cintai. Lalu Abdul Muthalib berdoa, “Ya Allah, dia ataukah 100 ekor unta yang saya sembelih. “ Lalu dia mengundi lagi. Ternyata undiannya jatuh kepada 100 ekor untanya.

Sejarawan lain meriwatkan bahwa Abdul Muthalib menulis nama anak-anaknya di batang panah dan menaruhnya di depan patung Hubal. Sewaktu di undi, yang keluar adalah nama Abdullah. Maka dia membimbing Abdullah menuju Ka’bah sambil membawa sebilah parang untuk menyembelihnya. Orang-orang  Quraisy yang melihatnya berusaha mecegahnya. Lebih-lebih pamannya dari Bani Makhzum dan saudaranya, Abdul Thalib. Abdul Muthalib bertanya “Lalu bagaimana dengan nazarku?” Mereka menyarankannya untuk minta pertimbangan dari orang bijak. Orang bijak yang di maksud tadi memberi saran agar nama Abdulllah di undi bersama sepuluh ekor unta. Jika nama Abdullah yang keluar, undian di ulang dengan menambahkan sepuluh unta lagi, dan seterusnya hingga Tuhan meridhainya. Jika keluar dalam undian adalah untanya, barulah dia boleh menyembelihnya. Maka, Abdul Muthalib pulang dan mengundi Abdullah dan sepuluh unta. Ternyata undian jatuh pada Abdullah. Maka dia tambahkan 10 ekor unta. Ternyata undian tetap jatuh pada nama Abdullah. Sewaktu unta yang di pertaruhkan mencapai seratus ekor, barulah undian jatuh kepada unta. Segera saja dia menyembelih unta-unta itu lalu meninggalkannya begitu saja. Tidak ada orang atau hewan yang mendatanginya.

Bila terjadi pembunuhan di antara suku Quraisy, tradisi yang berlaku adalah satu nyawa di tembus dengan sepuluh ekor unta. Sejak saat itu, aturannya berubah menjadi 100 ekor unta perkepala. Aturan ini belakangan diadopsi oleh islam. Di riwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku adalah anak dari dua kurba”. Yang beliau maksud adalah Ismail A.S dan ayahanda beliau Abdullah.

Untuk Abdullah, Abdul Muthalib memilih seorang istri bernama Aminah binti Wahab, ibn Abdul Manaf, ibn Zuhrah, ibn Kilab. Dia dikenal sebagai perempuan dengan nasab dan martabat mulia di tengah-tengah suku Quraisy. Ayahnya adalah pemuka Bani Zuhrah.

Pernikahan Abdullah dilaksanakan di Mekah. Tidak lama setelah itu, Abdul Muthalib mengutusnya ke Madinah untuk memanen kurma. Tetapi belakangan dia meninggal di sana. Pendapat lain mengatakan bahwa awalnya Abdullah berniaga ke Syam dan bertemu dengan kafilah dagang Quraisy singgahlah ia di Madinah. Di kota ini ia jatuh sakit sampai meninggal. Jasadnya dimakamkan di Darun Nabighah al-Ja’di. Usianya saat itu baru 25 tahun. Dia meninggal sebelum Rasulullah SAW dilahirkan. 

Abdullah wafat dengan meninggalkan lima ekor unta, beberapa kambing, dan seorang budak perempuan Habasyah bernama Barakah. Perempuan yang biasa di panggil Ummu Aiman inilah yang mengasuh Muhammad.

Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
Sirah Nabawiyah

No comments:

Post a Comment